Aku hanya tertawa lirih di atas sebuah kursi beralas gabus yang sedikit demi sedikit tidak lagi cantik.
Sering kududuki dengan gaya urak-urakan memang.
Kau lebih tau apa saja yang pernah ada di atas meja kerjaku, karena tepat dulu aku pernah bercerita.
Dan aku merindukan geramanmu.
Ada suatu hari dimana hujan turun melumuri tanah-tanah bumi.
Aku mulai bingung sendiri, tapi seringkali dianggap tidak rela.
Menghardik hujan karena dia bingung sendiri.
karena dia memang tak terlupakan.
Apa ini, apa ini! aduh apa ini?
itu sih katanya, aku hanya mencoba memperagakannya.
Karena pasti saat ini hujan itu masih selalu mencintai kekasih-kekasihnya, ah dan cih.
Aku bukan menghardik, dia bertanya, ku beri petunjuk dalam bahasa berbeda.
Kau terlalu menganggap aku berhura-hura.
Ingatlah, aku menyukai permainan-permainan rahasia.
Karena ada suatu hari dimana hujan turun melumuri tanah-tanah bumi.
Dia mulai bingung sendiri, dimana yang ku cari ini?
Maka ku beri dia tentang petunjuk untuk hujan yang bingung,
Mulailah menyingkap sedikit demi sedikit.
Relakan waktumu berhenti, agar mentari pun bisa ikut menerangi hari ini.
Terima kasih, hujan, hawanya indah setelah kau berhenti.
Mungkin saat tanah ini kering, datanglah kembali.
Atau mungkin saat kau ingin tau apa isi di balik kantong jas ku ini.
Silahkan, basahi aku. basahi saja.
Akan aku lepaskan, lalu, tapi apa kamu mau mengambilnya?
Oh y! Sebelum kau benar-benar berhenti.
Aku tak akan pernah mencarimu, kaupun tak pernah mencariku.
Tapi kau mencari dirimu sendiri, dan aku? Aku mencari seseorang.