Sekularisme adalah sebuah istilah netral yang menggambarkan konsep tentang pemisahan agama dan negara yang pertama kali diperkenalkan oleh George Jacob Holyoake (1817-1906), seorang sarjana Inggris, sebagai sebuah gagasan alternatif untuk mengatasi ketegangan panjang antara otoritas agama dan otoritas negara di Eropa. Dengan sekularisme, masing-masing agama dan negara memiliki otoritasnya sendiri-sendiri. negara mengurusi politik sedangkan agama mengurusi gereja. (kutipan : sumber)
Dengan melirik sekularisme saat ini pokok gagasan tidak pernah berubah dari pokok aslinya. Tetap mengindependensikan proyeksi pemikiran manusia sebagai sebuah titik tumpu pelaksanaan konsepsi beragama dan konsepsi keduniawian (dalam istilah masyarakat bermoral). Akan tetapi, jika dahulunya sekularisme itu berhubungan dengan gereja dan negara, saat ini telah merauk keberhasilan dalam dinamika sosial, karena implementasinya memang ke arah sana.
Perkembangan sekularisme sendiri bertumpu pada para pemikir yang tengah sibuk mencari jalan keluar dari permasalahan sosial. Sebuah konsep awal yang menjadi titik tolaknya adalah keberadaan agama yang menjadi tumpuan konsep moralitas dan pandangan hidup bernegara. Dalam artiannya, ada konsep sosial yang harus diubah dan diperbaharui. Ada beberapa hal yang menjadi kelemahan penerapan konsep ini jika dilakukan secara radikal, yaitu berbagai macam penolakan dan intimidasi kaum sekularis oleh masyarakat dominan.
Dewasa ini, pertarungan sengit antara HAM, nilai moralitas keagamaan, kebenaran agama, dan eksistensi Tuhan, telah menjadi topik hangat di berbagai lapisan masyarakat. Pertanyaannya adalah, mengapa sekularisme menjadi musuh agama manapun? Mari kita sedikit membuka diri untuk penjelasan berikut ;
Sekularisme dalam terminologi masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Dalam istilah politik, sekularisme adalah pergerakan menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini dapat berupa hal seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama negara, mengantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan pembedaan yang tidak adil dengan dasar agama. Hal ini dikatakan menunjang demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan beragama minoritas. (kutipan ; sumber).
Sekarang pertanyaannya adalah, apakah saya setuju? Untuk beberapa produk sekularisme saya memiliki ketertarikan yang kuat, kecuali untuk beberapa produk lain yang menyalahi konsep yang saya sebut "Radikalis Periodis". Karena dalam paham ini, saya beberapa kali mencoba melawan konsep moralitas HAM, emansipasi, dan demokrasi.
Sekarang kita lupakan sejenak tentang saya, melihat kembali kepada sekularisme yang ada. Taukah kita bahwa setiap pemimpin, ulama, masyarakat cendikia, pastur, dan berbagai masyarakat yang memiliki orientasi penuh di dalam agamanya, telah mencoba produk-produk sekularisme itu sendiri? Bagaimana kita mampu menciptakan tatanan dunia seperti 1500 tahun yang silam, jika proyeksi dan pandangan hidup masyarakat banyak sudah tercemar? Apakah kita masih akan mencoba gaya-gaya konvensional dengan tetap dibawahi oleh aturan-aturan dan tatanan lama? Mungkin kita akan menghasilkan pengkaderan yang besar, tapi kita tidak akan menghasilkan manusia-manusia berkualitas, hanya dengan menerapkan teoritis pribadi dan pandangan dalam saja. Selama kita tidak membuka diri untuk berbagai macam pandangan, maka kita harus bersiap terpuruk.
Sekularisme, menginginkan sebuah gagasan untuk melahirkan hukum-hukum sipil, persamaan eksistensi beragama dalam suatu negara, gagasan demokratisasi, gagasan kebebasan beragama tanpa takut untuk pemvonisan agama. Apakah setiap manusia tidak ingin melihat kebebasan hidupnya sendiri?
Lalu dimanakah perlawanan sekularisme itu terhadap hal-hal keagamaan? Ataukah mungkin para pemuka agama takut dengan sekularisme yang akan memperoleh kemenangan besarnya? Mari kita mencoba melihat pandangannya, dan lihat nilai kebaikannya.