Di pondok, padang. Di sana ada seorang anak perempuan kecil. Sekarang dia jadi anak jalanan. Ngamen di pantai padang. Umurnya kira-kira 13 tahun, tapi udah dewasa terlalu cepat. Dia jadi ngamen dan maksa orang buat ngasih duit, bahkan rela perang kelompok, hanya karena duit seribu. Saya kasihan, lalu ngajak dia makan, tanpa diketahui sama temen kelompoknya. Saya ngajakin dia makan pecel ayam di ratulangi,deket sari anggrek. Ketika saya tanya, agama? Dia hanya jawab, "Panteklah!" (artinya sama dengan "anjing buat hal itu". Setelah ane curhat dikit, hingga akhirnya dia bilang sesuatu yang menggetarkan hati saya.
Rina : "Agamo nyuruah den maminta ka Tuhan. Tapi amak jo apak den mati jo nyo. Apo arati agamo, kalo di suruahnyo den manyembah, hidup salamaik di akhirat, tapi aden jo kawan-kawan den hampia mati di siko. Manga dilapehkan jo den di dunia dek Tuhan kanciang tu? Oh, cobaan? Panteklah. Iko cobaan baliak ka tuhan? Pantek. Itu se yang bisa dikecekan urang nan shalat. Aden bado'a, amak den tetap jo mati jo paja pantek. Apak den, mati jo! Dek a? Dek kami pareman? Kami iduik jadi pareman, tu artinyo? Kami iduik cando pareman, iyo! Bukan dek kami nio. Tapi dek Tuhan lah main-main jo iduik den. Kan itu artinyo lay. Panteklah."
(Artinya "Agama menyuruh saya berdo'a, tapi ibu dan bapak saya tetap mati." Apa arti agama, kalau yang diajarkan saya menyembah-Nya. Hidup selamat di Akhirat, tapi saya dan teman-teman hampir mati di sini. Mengapa saya tetap dilepaskan di dunia ini oleh Tuhan itu? Oh cobaan? Anjinglah. Ini cobaan kembali ke tuhan? Anjing. Hanya itu yang bisa dikatakan oleh orang yang shalat. Saya berdo'a, ibu saya tetap saja mati karena dia (saya tidak tahu dia ini siapa, tapi mungkin ada kejadian tragis sepertinya.). Ayah saya, juga mati! Karena apa? Karena kami preman, trus? kami hidup sebagai preman, iya! Bukan karena kami mau. Tapi karena Tuhan sudah main-main dengan nyawa/hidup saya. Kan itu artinya (kalau Tuhan memang mengatur?). Anjinglah!")
__________________________________________________ ______
Di luar sana, lihat para pemuja agama, berdo'a dan berdo'a. Mencari pahala ini dan itu. Menjadikan agama sebagai kepentingan. Bahkan lihat di salah satu genre salafi! mengorbankan orang tak bersalah hanya demi sebuah kemenangan agama. Bahkan saya melihat hanya mereka yang haus akan pengaruh.
Agama tidak pernah membebaskan orang-orang yang hidup berlainan agama. Mereka berseteru hingga mereka adalah agama yang benar. Lihat saja, mereka yang tak beragama, mereka yang berbeda agama. Mereka di kucilkan, pendapat mereka dibuang, dan malah ada yang di usir. Moral judgment. Inikah yang dibanggakan oleh kaum beragama? Melawan kafir. Membunuhnya, karena apa? Hanya karena mereka tidak sepaham. Shit.
Mencintai alkohol, karena mereka mau. Lalu apa? It's a sin? Why? Karena mereka akan cepat mati? Kenapa mereka tidak boleh apa yang mereka suka? Karena itu dilarang Tuhan? Shit. Karena itu dilarang sama dokter. Oke! Tapi tidak harus kan mereka menepati apa yang di sarankan dokter. Toh mereka menerima konsekuensinya apa salah? Toh mereka yang hedon juga menerima konsekuensinya!
Moral judgment oleh agama, hanya di nilai karena melanggar aturan. Mereka yang minum alkohol, mereka yang akan mati. Lalu kenapa masyarakat juga mengutuk hal ini. Kalau takut, jangan dekati alkohol. Tapi apakah harus kita tidak mendekati orang yang mengkonsumsinya? Mereka tau itu apa.
Orang yang tidak beragama itu tidak pantas ada dalam sosial. Karena mereka itu pengacau. Bahkan, saya rasa orang yang beragama malah semakin emngacaukan kebersamaan saat ini. Mereka bisa lebih tulus memberikan apa yang mereka punya ketimbang orang yang beragama. Karena bahwa mereka tidak mengharapkan belas kasih Tuhan. Tidak menjilat kepada sesuatu yang sampai saat ini masih diragukan banyak orang. Bahkan oleh orang-orang beragama sekalipun.
Sampai di sini, kita bisa lihat berapa bobroknya masyarakat agamais dalam menilai baik dan buruk orang lain.
Semua ini hanya karena ingin dianggap "Orang Baik-Baik di mata Tuhan", bahkan maaf saja, juga banyak yang berkembang jadi begini "Orang Baik-Baik di mata orang lain". Bah, moral judgment macam apaan ini.
Kondisi selanjutnya. Banyak dari orang agamais hanya berlandaskan bahwa ini semua di atur sama Tuhan. Lihat saja, berapa banyak mereka yang hebat, yang sebenarnya memliki kemampuan untuk menjadi guru terbaik bagi ayah mereka, mati karena sebuah hajat, mati untuk agama.
Lain hal, lihat saja, berapa banyak wanita-wanita calon sineas muda berkompeten. Menyepi di rumah. Hanya karena tidak boleh keluar.
Agama hanya menghilangkan kreatifitas untuk hidup, hidup menjadi apa yang kita mau. Kita yang punya hajat di dunia. Kita yang akan mati, dan kita yang akan merasakannya. Untukmu agamamu dan untukku agamaku. Oke, tapi di lain sisi. Lawan para kafir. Shit!
Tinggal kelas, mati ditabrak, mati di kali, kecopetan, dan segala macamnya itu semua Tuhan yang ngatur? Hingga lihat, tidak ada yang di atur Tuhan. tetap kita juga sebagai manusia yang harus mengejar apa yang kita minta. Shit lagi, bahwa ini semua Tuhan yang ngatur.
Jika agama memang benar dan terjaga, maka agamais juga harusnya lebih benar dalam menyikapi ini semua.