Warna, pendaran indah yang menghalangi batas jendelaku yang penuh rayap
Membelah lubang-lubang kecil bekas paku di atas pagu
Bagaikan penampilan teater burung yang sepi senyap tanpa lagu
Aku selalu datang menemuimu, mencari tahu kapan warna itu terlihat
Sebuah pendaran yang buram dan mulai samar
Aku selalu datang ke tempat dimana ia sering duduk minum susu
Aku selalu menunggu ia bermain bersama kupu-kupu di bawah langit-langit sore
Aku dan sebuah cerita dulu.
Kau tahu? Aku mencintaimu karena aku mau.
Menikmati tarian kabut dari balik pendaranmu menuju sebuah cermin.
Pelangi yang berpendar, mentari yang sunyi memendar
Semua akan buram pada masanya.
Atau akan berakhir sebagai cahaya selamanya.
Sekali lagi, aku mencintaimu dan mencoba menjaganya.
Tidak apa-apa, suatu hari pun ini akan menjadi cerita.
Jika bukan ceritamu, aku saja yang menikmatinya sebagai punyaku.
Larilah, larilah, aku senang melihatmu berlari. Sungguh.