Jika sepasang anak kecil memeluk ayahnya,
Maka sudah pasti bersujud dunia.
Mereka terbahak, lalu terbatuk.
Biar saja dingin-dingin, mereka hangat terpeluk.
Satu lingkung perumahan di atas gumpalan kerikil subur.
Bertanam padi berkali-kali dalam setahun.
Tengah tahun, angin cukup kencang bersenandung bunyi-bunyi.
Perkampungan kecil di sekeliling singgalang, kaki merapi.
Bukit Barisan memang selalu mempesona hati-hati yang melihatnya.
Di atas tanah berlumpur di kala hujan, seorang anak laki-laki bermain sempurna.
Satu dua tiga, dia menghitung berapa banyak sayur busuk di sekitar kakinya.
Kalo dimasak sayur kuah, maka cukup mengenyangkan anak domba.
Perlahan demi perlahan dia terpatri pada satu kali kumuh berisi pantau kecil-kecil
Gerimis, sedikitpun tak membuat gerah,
Tapi rasa ingin menceburkan diri tampak saja dari tatapan matanya.
Tangan berlipat di sisi depan, seperti pemain sepak bola.
Sesekali dia menggaruk kepala, terbayang saja rasa takut akan kemarahan orang tuanya.
Jika di terjemahkan, ia seperti menghitung satu demi satu kelopak mawar dengan kata tidak atau ya.
Yah, anak sekecil itu memang biasa begitu.
Mungkin rasa takut membuatnya lebih terpengaruh.