Semilir buah matahari, panen besar siang terik.
Berkicau langkah gusar, pemuda di balik kemeja lempar.
Gerutuk langkah setengah parau si kerikil jalanan kota.
Dia mencari, lihat dia mencari. Bingung sendiri.
Si gadis berkerudung coklat terkirai gemulai rapi.
Padahal sudah tinggal kau peluk. Bodoh.
Terawang awan bergelut di kala mendung kota ini.
Lihat, pohon tak lagi riuh melambai seperti kala pagi bangun tadi.
Sebatang korek api sedang bergunjing dengan puntung dan abu.
Disaksikan tiga pucuk surat yang sedang bingung terkucilkan.
Andai aku punya kawan, akan kuceritakan aku sangat merindu menggebu.
Matahari lelah melirik tanah, pergi ke negeri seberang.
Disini gelap gulita, hanya ada lampu jalanan yang muram.
Jendela tersingkap, tertegun pemuda berkemeja lempar.
Ternganga tak bisa tidur, dewan di otak sedang berdebat.
Bungin kolam tawar, tak terlihat keruh di bawah hitam..
Raut hitam kotor, tampak gagah saat cahaya memukul tipis.
Manusia, memekak pun bernyanyi kala sunyi.
Lukisan malam, bagai hati hilang pembeda.
Dalam hitam kita sama, yang kau dengar hanya suara.
Dalam hitamku, suaramu bertahta.
Kini si gadis berkerudung coklat terkirai gemulai rapi,
Mungkin sudah mengerti mengapa aku mencintai gelap ini.