Wednesday, July 20, 2011

Maju Ke Belakang

Negaraku kini sudah almarhum. Kau tahu?
Bukan, bukan karena dia sudah mati.
Tapi sudah banyak yang tak percaya sama dia lagi.

Aduh, tinggal di negara seluas ini, tapi tak tau hendak kemana.
Pusing saja berputar, baliknya tetap saja di sana.
Mana mungkin aku bisa tau, itu koran benar, atau hanya tipu-tipu.
Ku lihat tampang wajah sang idola, sudah buram, keruh dimakan berita.
Bukan idolaku, ah, tapi idolamu. Dulu.

Terbahak aku tinggal di negara seluas ini.
Lihat, kawan! Lihat!
Ada petani yang sudah menanam padi, lalu marah.
Karena padinya tak menghasilkan panen yang besar!
Lihat! Tidakkah aneh bagimu?
Tak masalah itu padi memang jelek atau bukan, tapi kau yang pilih kan?
Ah, jangan berkilah dengan istilah tak mengira begini dan begitu.

Aku berani jamin, kawan!
Bukan saja pemimpin yang maling, tapi kau petani maling,
yang panen besar sekali dalam 5 tahun.
Aku berani jamin, kawan!
Kau pilih dia, dengan modal rupiah, tah?
Lalu, kenapa kau marah soal rupiah juga?

Hei, pemimpin! Biarkan saja mereka!
Makanya, sudah dikasih tahu, ngeyel!
Bikin sekolah, jangan cuma kantor saja yang diberesin!
Biar orang-orang yang kayak mereka itu tuh, bisa pinter!
Tau mana yang pas, mana yang tidak!
Sibuk bikin kantor, tapi lupa bikin sekolah!
Kalian itu, mau bikin sekolah para koruptor,
Apa sekolah para orang pintar?
Ah, sudahlah! disuruh banyakin sekolah, juga kalian malah ngeyel.


Negaraku kini sudah almarhum. Kau tahu?
Bukan, bukan karena dia sudah mati.
Tapi karena mau jalan ke depan, eh, malah ngesot kebelakang.