Sebelumnya, ini saya ambil dari sebuah surat kaleng yang pernah menggemparkan sekolah saya. Si penulis menyertakan goresan pena ini. Tidak ada salahnya saya coba bagikan, walaupun hanya orang-orang tertentu yang mengerti tentang kontroversi puisi ini.
Ketika cahaya bulan memagari cakrawala
Lihatlah seluruh sisi langit itu
Gelap terang menyatu menjadi suatu yang indah
Jika purnama bersinar
Lihatlah apa yang ia sinari
Gelap terang berselang-seling dan udara pun kian menyemangati
Wajah-wajah yang suram itu terpaku
Menatap seorang bayi kecil yang lahir malam itu
Imut, teramat lembut ketika kita menyentuhnya
Pancarkan kelembutan yang menyatu dalam suatu kebahagiaan
Namun ia menangis, ketika seorang anak kecil terusir
Beda 15 tahun memang, tapi sungguh berani
Bayi itu menangis semakin keras ketika menangis
Apa aku terlalu kecil untuk bicara kebijaksanaan, katanya
Ia terpaku malu ketika ia mendekati sang bayi
Menyentuh punggung tangannya ke pipi sang bayi
Air matanya menyatu seiring aliran tangis yang bergelora dari pita suara si bayi
Pamanku memanggil orang tuaku karena aku…aku…aku…
Suaranya terpaku
Badannya sayu
Lemah
TTak bertulang
Hampa
Tak berasa
Lihatlah sekarang ibuku dan ayahku kompromi, mengusirku, mencampakkanku, memberangiku, aku malu
Apa aku terlalu kecil, oh bayi imut?
Apa aku masil level tiarap atau terlentang sepertimu, yang hanya menangis dan menjerit minta ini minta itu
Kini aku harus pergi
Aku mungkin akan berjalan sendiri malam ini
Ketika tangan dan kaki ini bertindak seiring naluri dan pikiran memompakan stratedi untuk mengubah suatu kecaman, aku menjadi seorang pemikir ulung
Tanpa sekolah aku bisa berfikir
Tanpa harus membuka buku aku bisa belajar
Tuhan memberikanku banyak
Ada alam
Semesta
Dunia Jagad
Yang indah dan tak pernah mati
Kalaupun mereka pergi karena ulah insani, mereka akan kembali
Tidak disini, tapi jauh
Did alam cakrawal Firdaus yang indah
Dikelilingi istana yang menaranya hampi melebihi tiga belas katedral bertingkat
Bayi kecil, aku pergi dan aku akan kembali setelah dunia ini berubah menjadi indah dan bersahaja lagi
Cermat dalam berkata-kata
Sanak anak berkata-kata sambil mengawali langkahnya yang mulia berubah
Lebih kokoh dan lebih sempurna, namun tidak sesempurna Tuhannya
Cukuplah untuk membuat ia bangga
Ketika ia berjalan melewati Negara yang lebih memntingkan naluri kedisiplinan daripada kasih sayang
Lautan bintang menghiasi perjalanannya menuju ke suatu tempat yang indah
Mimpi yang sempurna mengawali kata-katanya
Cukuplah aku sendiri yang tersiksa katanya
Dan hanya satu kalimat di akhir pertemuannya dengan si bayi
“Aku pergi, entah akan kembali!”
Dan si bayi menangis di sela-sela kepergiannya.
(sumber, editorial. Tahun 2005)