Mataku pedih jika kau selalu ingin ku lihat.
Karena setidaknya aku butuh satu detik untuk memejamkannya
Agar yang aku lihat tetap jernih
Agar yang aku lihat tetap pada sebuah kesadaran
Bahwa itu adalah sepucuk bunga ruku-ruku.
Tapi tak perlu lah kau ku lihat.
Kau punya bentuk dan kau punya bau.
Saat aku tak melihatmu, ada hidung yang selalu tertarik atasmu.
Aku bahagia pernah satu detik kau mengetahui kehadiranku
Dan mengulangnya beberapa kali dalam beberapa detik kemudian
Aku sepucuk tandan pisang yang mulai memberat
Bukan karena setiap hari ada embun yang selalu menyentuhku
Karena hujan yang selalu ku hadang
Atau karena waktu yang berjalan lurus tanpa celah untuk berhenti
Tapi karena seorang anak kecil yang mencoba merenggutku, merasa telah bertambah tinggi.
Aku layu. Memang. Dan aku jatuh di dekatmu.
Aku tetap bisa melihatmu walaupun tak lagi bersandar di batangmu
Hingga saat sang pembersih jalanan setapak ini datang dan merasa terganggu
Aku akan layu bersama ceritaku dan ceritamu
Saat menghadang hujan badai, lalu kedinginan. Kita tertawa.
Aku bahagia pernah satu detik kau mengetahui kehadiranku
Dan mengulangnya beberapa kali dalam beberapa detik kemudian
Aku adalah sebatang korek api yang hampir kehabisan belerangnya
Mungkin aku butuh yang lebih cepat sebelum aku basah dan tak lagi terpakai
Dan kini semua itu telah terjadi, kau membakarku hingga habis ujung kayu pinus ini
Aku telah siap untuk terbuang, karena aku bahagia telah terbakar.
Bahkan kalaupun aku tak bisa terbakar dulunya
Aku bahagia telah menjadi sebatang korek api
Aku bahagia pernah satu detik kau mengetahui kehadiranku
Dan mengulangnya beberapa kali dalam beberapa detik kemudian
Aku adalah batang murbei di taman kerajaan
Mungkin akan terganti karena tak ada tempat untuk pohon ara yang akan datang beberapa hari lagi
Tapi, dalam beberapa lama aku akan merasa nyaman telah kau petik
Buahku tidak terlalu manis. Bentukku tidak terlalu cantik
Tapi hadirku pernah membuatmu tertawa
Buahku pernah kau lempari pada si pangeran kecil yang usil
Bahkan kau terbahak saat si dayang tersedak karena rakusnya
Aku bahagia pernah satu detik kau mengetahui kehadiranku
Dan mengulangnya beberapa kali dalam beberapa detik kemudian
Aku adalah nilai enam dari sepuluh
Sebagian senang karena telah lepas
Tapi ada yang belum puas karena tidak menang
Sambutlah angka delapan dan sembilan
Karena jawabanmu bernilai segitu
Sejauh apapun kau menerima angka enam atas ini
Kau sendiri menginginkan sepuluh di tanganmu
Aku bahagia pernah satu detik kau mengetahui kehadiranku
Dan mengulangnya beberapa kali dalam beberapa detik kemudian
Lalu berhenti karena waktuku telah habis