Thursday, November 10, 2011

LOVAGION

Jalur waktu berjalan pada satu garis lurus yang biasa
Bekas perjalanan hanyalah jejak abadi yang suatu hari tiba-tiba akan terlihat.
Barang bawaannya hanyalah sesuatu yang kita sebut fakta
yang akan kita lihat hanya saat ia datang melewati jalan sempit depan gubuk
Tempat sekarang kita bersila dan mengantuk

Kita tidak akan pernah tau apakah di ujung jalan sebelum ini ia menyembunyikan sebuah botol berisi bintang-bintang.
Yang suatu hari akan kita pertanyakan apa itu?
Dunia membuat kita mengikuti waktu yang maju.
Seperti perompak yang tak pernah melepaskan mata dari si saudagar persia.
Mencari tempat terbaik untuk keluar dan membunuhnya.
Tapi sayangnya waktu sudah menuju separuh jalannya sampai
Di kota yang pernah ia datangi, dan kita mengikutinya bukan saat dia pergi, tapi ketika ia sudah kembali.

Sudah terlalu banyak yang terbunuh, seiring perompak ulung bernama Waktu memulai perjalanannya.
Logika, Peristiwa dan Agama.

Logika dan Peristiwa, dua sekawan yang sudah lama dewasa.
Menginginkan sesuatu yang lebih ia suka dan lebih membuatnya terselamatkan.
Merubah diri demi aturan penyelamatan.
Sepertinya memulai itu bisa dua kali dalam satu pertandingan pacu lari.
Berkawan waktu terlalu banyak bicara.

Agama, seorang yang sering disebut penyendiri.
Tapi sang logika sendiri sudah terlalu tercemar untuk berkata ia tak punya teman.
Peristiwa pun enggan mengiyakan karena logika tak mau menjelaskan.
Ia pun sudah lama mati, bersama hati-hati yang membawanya.
Karena yang membesarkan anak-anaknya membuatku bingung.
Bertanya pada anak-anak yang membuatnya linglung.
Tentang siapa ibunya, yang telah lama mati.
Bertanya pada Waktu yang tak pernah mau menjawab.
Hanya bercerita pada saat ini tentang hari ini.

Sebut namaku atheis, jika memang agama hanya tau cara mengatakan kafir daripada menyelamatkan mereka yang kelaparan.
Sebut aku tak bermoral, jika orang bermoral hanya mengerti kebenaran tapi seperti penjilat pada Tuhan.
Sebut aku haram, jika orang yang baik fasih mengucapkan amin di depan tuhannya daripada berkata iya pada mereka yang membutuhkan.
Sebut aku bajingan, jika perawan Tuhan tahu tentang menjaga harga diri, tapi memilih mereka yang seperti malaikat untuk disetubuhi.
Sebut aku penipu, kalau orang yang jujur tentang agamanya akan ditembak mati di lapangan ternak seberang kampung.
Bagaimana agama adalah karya Tuhan yang sempurna, jika harganya saja tak lebih dari sepasang kancing anak-anak jalanan yang batal sekolah karena ibunya yang bekerja sebagai seorang pelacur dibunuh empat hari lalu.
Apakah agama tidak menginginkan manusia yang tidak sempurna dalam sikap? Agamamu hanyalah alasan untuk membenarkan sebuah pandangan, lalu kau sampaikan pada orang mengatasnamakan Tuhan. 

Setahuku, kalian tidak butuh dunia! Dunia yang fana. Jadi biarkan saja mereka yang butuh hidup dan belajar kuat di sini.

Aku punya Tuhan.
Tuhan yang lebih baik.
Tuhan untukku sendiri.
Tuhan yang tidak kalian kenal.
Tuhan yang tidak satupun dari kalian kenal.
Untukku tuhanku, untuk yang lain diriku.
Tuhan yang menciptakanku, begitu maha sempurna
Mengajariku untuk bertahan dan mempelajari kebenaran.
Bukan untuk membenarkan atau menyalahkan.
Tapi untuk tertawa dan tidak menyesali kemiskinan.
Untuk menikmati dan menatap warna.
Bukan Tuhan kalian...
Yang kalian buat rendah.
Seolah penuh dengki pada manusia-manusia bobrok
YANG IA CIPTAKAN SENDIRI.