Sunday, November 20, 2011

Aku dan Pendaran

Bimbangku menilik lukisan pagi
Waktu dimana tak pernah ku sadar seperti ini
Waktu dimana mentari serasa asing
Mengoceh dibalik jendela
Bertanya siapa aku sebenarnya

Kunang-kunang kesepian yang bimbang hendak berhenti
Dalam satu kantong kosong kemeja yang ku sarungkan
Ia menemui keraguan yang asyik bersimpuh bersiul-siul
Berdiam pada kepala, deru deram diam yang lengang
Implikasi hitam dan putih yang beradu
Apakah tak cantik warna kopi susu?

Baris kosong yang kuukir pada udara
Semua bergerak tak bersemangat
Dalam suatu bayang-bayang pendaran merah di atas pagu kasar
Kumpulan seng tipis bekas rumah gusuran
Di dalam sebuah neon yang mulai sedikit retak
Pada bayangan yang tak lagi terlihat sempurna
Jilatan manik-manik cahaya yang menyakitkan mata
Diskografi latar merah kuninh yang beradu nakal
Padahal semua begitu berwarna
Tapi tetap saja tak seindah mengingatmu
Melihatku dengan malu-malu

Hingga sampai pada satu jendela
Ku lihat langit tak begitu bersemangat malam ini
Tak lagi mengajak bintang datang
Melihatnya bertengkar dengan bulan
Tak lagi ada warna terang yang begitu kau suka
Adapun hatimu untukku
Pernahpun sekali kau memikirkanku
Siap pun hatimu menerimaku
Ataupun tak ada sedikitpun untukku
Aku tetap saja aku
Yang tak pernah mampu membohongi jiwa dan logikaku
Aku tetap saja aku
Yang tak pernah mau melakukan cara biasa untukmu

Garis kasar butir-butir cahaya malam
Menempel pada dinding kamarku yang memburam
Ku lihat semua pendaran itu
Masih bercerita banyak tentangmu